Kamis, Desember 15, 2011

PLUS MINUS PESTISIDA NABATI (ALAMI)

Tembakau, bahan insektisida yang ampuh.
Beberapa dekade terakhir ini, dunia pertanian diramaikan dengan program green revolution, kembali ke alam, atau organic farming. Hal ini dipicu oleh proteksi beberapa negara (terutama eropa) yang melarang produk-produk pertanian yang mengandung pestisida masuk ke negaranya. Statistik kesehatan di negara mereka telah mencatat betapa banyak pasien rumah sakit yang disebabkan oleh dampak kandungan pestisida dalam makanan yang dikonsumsi yang menyebabkan berbagai penyakit.

Atas kebijakan tersebut dan mungkin juga kesadaran beberapa produsen pertanian besar akan bahaya pencemaran pestisida dalam produknya bagi kesehatan konsumen, sistem pertanian organik mulai mendapat perhatian yang besar. Tidak tanggung-tanggung, dunia penelitian secara gencar mengembangkan produk-produk pupuk dan pestisida alami yang mempunyai efektifitas setara dengan pestisida sintetis.

Kemudian, 20 tahun terakhir ini, dunia pertanian Indonesia pun mulai ikut-ikutan. Biasalah ... walaupun terlambat dan berjalan lambat, Indonesia mulai memikirkan hal ini. berbagai penelitian pun dilakukan. Walaupun belum dapat mengembangkan teknologi canggih dalam pengembagan pestisida alami ini, dunia pertanian di Indonesia mulai "diperkenalkan kembali" pada pengendalian hama penyakit tradisional, yaitu dengan menggunakan bahan-bahan alami, seperti daun mimba, tembakau, daun sirsak, dll. (lihat kembali artikel BEBERAPA PESTISIDA NABATI POTENSIAL.


Walaupun penggunaan pestisida sintetis (kimia) dari tahun ke tahun masih tetap meningkat, program-program penyuluhan dan pelatihan petani mulai memperkenalkan pengolahan dan penggunaan pestisida alami. Hanya saja dibutuhkan bahan baku yang cukup banyak untuk membuat pestisida alami yang dibutuhkan bagi pemeliharaan tanaman dalam satuan luas tertentu. Keterbatasan bahan baku ini pula yang membuat program penyuluhan disertai dengan bantuan pengembangan bahan baku pestisida alami yang biasanya dipadukan dengan pengembangan bahan pakan ternak.

Dilain pihak, penggunaan pestisida sintetis / kimiawi, dalam kurun waktu yang lama menyebabkan keseimbangan ekologis terganggu, selain itu juga menyebabkan terjadinya revolusi genetik pada beberapa spesies hama, seperti misalnya wereng dan belalang yang semakin lama semakin tahan terhadap jenis pestisida tertentu. Kesadaran dunia terhadap dampak negatif penggunaan pestisida juga sudah semakin besar, dimana sayuran, bahan pangan, susu, dan bahkan ikan sudah banyak yang tercemar bahan kimia yang berasal dari pestisida. Umumnya dampak kesehatan yang terjadi dari konsumsi bahan tercemar ini adalah banyaknya penderita kanker dan cacat janin (Kanker vs Pestisida : http://marie-fortyfive.blog.com/), serta keracunan yang menyebabkan kematian. Walaupun korban yang meninggal langsung akibat pestisida pada umumnya para petani sendiri, akan tetapi korban tak langsung dengan jumlah yang cukup besar terjadi pada golongan konsumen.

Jenis pestisida yang paling beracun adalah yang mirip dengan gas syaraf, yaitu jenis Organofosfat dan Metilcarbamat. Pestisida jenis ini sangat berbahaya karena mereka menyerang cholinesterase, suatu bahan yang diperlukan oleh oleh sistem syaraf kita agar dapat berfungsi dengan normal. Pestisida gas syaraf menyebabkan kematian paling besar diseluruh dunia dibanding pestisida jenis lain. Contoh beberapa jenis pestisida dengan efek serupa gas syaraf yang paling berbahaya adalah:

  1. Organofosfat
  2. Metilcarbamat
  3. Azinophosmethyl
  4. Demotonmethyl
  5. Dichlorvos / DDVP
  6. Disulfoton
  7. Ethion
  8. Ethylparation / Parathion
  9. Fenamiphos
  10. Aldicarb
  11. Carbofuran
  12. Fomentanate
  13. Methomyl
  14. Oxanyl
  15. Propoxur
Lihatlah daftar di atas ! Jenis-jenis tersebut merupakan jenis-jenis yang banyak beredar di Indonesia dan bahkan menjadi jenis pestisida favorit petani kita !!

Sudah waktunya kembali ke alam.

Ingatlah bahwa jaman dahulu leluhur kita hanya menggunakan bahan alami untuk membasmi hama bahkan memupuk sekalipun. Lihatlah, hanya karena ulah segelintir pedagang yang pandai berpromosi bahwa pestisida jauh lebih ampuh untuk membasmi hama, sekarang penggunaan pestisida sudah tidak dapat dibendung lagi. Selain daya tahan hama yang semakin meningkat, hal ini juga didorong oleh tuntutan ekonomi petani yang semakin besar dimana nilai yang didapatkan petani persatuan luas budidaya semakin kecil dibandingkan kebutuhan hidupnya. Begitu pula dengan pergerakan produsen dan pedagang pestisida semakin gencar, membuat pestisida kimia semakin sulit dihindari.

Akan tetapi, walau bagaimanapun kita tetap harus berjuang untuk mengembangkan pestisida alami dengan harapan lambat-laun keseimbangan ekologis dapat tercapai kembali. Kumbang Batok, Ular, Elang, Burung Hantu dan beberapa jenis serangga predator dapat hidup berkembang kembali. Biaya produksi yang semakin meningkat mungkin dapat dijadikan alat agar petani mau memproduksi bahan pestisida alami, paling tidak dapat mengurangi volume penggunaan pestisida kimia.

Jangan Berhenti Memperkenalkan Pestisida Alami pada Petani.

Paling tidak ada 3 hal yang perlu disadari oleh petani agar mau menggunakan pestisida alami :
  1. Bahwa pestisida alami punya kemampuan yang tinggi dalam mengendalikan hama / penyakit, yang penting bahan, konsentrasi, dan cara penggunaannya benar.
  2. Bahwa pestisida alami dapat mengurangi biaya produksi, asal mau membudidayakan bahan dasarnya pestisida alami akan siap setiap saat dan tidak perlu tergantung pada ketersediaan barang di toko.
  3. Dengan menggunakan pestisida alami, mereka tidak menjadi penyebab pencemaran lingkungan, bahkan dapat membantu proses pelestarian lingkungan.
Secara umum, pestisida alami dapat dibagi dalam 3 golongan (Ir. Novizan, Pestisida Ramah Lingkungan, Agromedia Pustaka, 2002), yaitu :
  1. Pestisida botani (botanical pesticides), yaitu yang berasal dari ekstrak tanaman / tumbuhan.
  2. Pestisida biologis (biological pesticides), yaitu yang mengandung mikroorganisme pengganggu hama, seperti bakteri patogen, virus, dan jamur.
  3. Pestisida mineral organik yang berbahan dasar mineral organik yang terdapat pada kulit bumi. Contoh yang paling umum adalah belerang dan kapur yang dapat mengendalikan penyakit yang disebabkan oleh jamur dan bakteri.
Keistimewaan pestisida alami dibanding pestisida kimiawi adalah :
  1. Mudah terurai oleh komponen alam lainnya sehingga efek residunya cepat menghilang.
  2. Mempunyai daya tokisisitas yang cukup tinggi, bahkan beberapa diantaranya mempunya daya racun yang lebih tinggi dibanding jenis pestisida kimia seperti nikotin (perasan tembakau).
  3. Bersifat lebih selektif. Beberapa jenis pestisida alami ini hanya efektif dalam mengendalikan beberapa jenis hama saja.
Oleh karena itu, pestisida alami juga memiliki kelemahan :
  1. Karena mudah terurai, pestisida alami membutuhkan penyimpanan yang khusus. Dalam prakteknya, pestisida alami lebih baik bila disiapkan dan digunakan hanya untuk sekali pakai saja. Cukup bahan dasarnya saja yang disiapkan dalam jumlah yang cukup.
  2. Bahan dasar harus disiapkan dalam jumlah yang cukup besar karena konsentrasi dari ekstraksi bahan ini mempunyai konsentrasi yang rendah. Selain itu, penggunaannya membutuhkan waktu yang cukup lama karena harus dibuat terlebih dahulu dan tidak bisa disiapkan dalam waktu yang terlalu lama dari waktu pemakaiannya.
  3. Tokisisitas yang cukup tinggi ini menyebabkan efek toksisitas terhadap petani pemakai dan efek kekebalan hama akan serupa dengan yang disebabkan pestisida kimia. Oleh karena itu, penggunaannya tetap harus terkontrol dengan baik dengan memperhatikan konsentrasi dan volume yang ideal bagi setiap jenis hama yang akan dikendalikan.
  4. Karena bersifat lebih selektif (spektrum rendah), para penyuluh dan pemakai harus mengenal betul masing-masing sifat penggunaan masing-masing bahan alami ini untuk menghindari kesalahpahaman terhadap efektifitas pestisida alami. (Banyak petani peserta program yang mengeluhkan hal ini, bahwa pestisida alami tidak cukup efektif dalam mengendalikan hama)
Apa Yang Harus Dilakukan ?

Menurut saya, langkah-langkah yang perlu diambil dalam mengembangkan pestisida alami ini diantaranya adalah :
  1. Secara sinambung terus mengembangkan penggunaan pestisida alami di tingkat petani, melalui penyadaran, pembantuan teknis, dan pembinaan keterampilan petani.
  2. Senantiasa menyertakan pengembangan dan pemanfaatan pestisida alami dalam setiap program pembinaan petani.
  3. Mengembangkan peneletian pengembangan bahan-bahan pestisida alami, terutama untuk skala industri dalam negeri.
  4. Mencari dukungan stake holder dalam pengembangan penelitian, produksi, dan pemakaian pestisida alami.
  5. Dukungan regulasi di tingkat kebijakan pemerintah yang akan mendukung penganggaran pengembangan pestisida alami secara efektif.
http://sukatani-banguntani.blogspot.com

PEMBANGUNAN PERTANIAN LAHAN BERIRIGASI

Sesuai pasal 4 Peraturan Pemerintah No. 20 tahun 2006 tentang Irigasi, pengelolaan sistem irigasi diselenggarakan melalui azas partisipatif, terpadu, berwawasan lingkungan hidup, transparan, akuntabel, dan berkeadilan. Apa yang dimaksud dengan poin-poin tersebut ? Inilah kira-kira yang dimaksudkan dengan kaidah pengelolaan yang diharapkan dari peraturan tersebut :
  1. Partisipatif ; sudah saatnya semua pihak, baik unsur pemerintah maupun pemanfaat jaringan irigasi (petani / P3A) memiliki dan mewujudkan azas inisiatif guna mengelola dan memelihara jaringan irigasi demi kemanfaatan yang sebesar-besarnya. Disini, pola desentralisasi sangat diharapkan terutama pada areal-areal yang merupakan kewenangan daerah (Baca Pasal 16, 17, dan 18 PP 20/2006). Petani melalui P3A dan GP3A, diharapkan memiliki inisisatif swadaya ataupun swakelola dalam melestarikan kedayagunaan jaringan irigasi, sementara pemerintah sesuai daerah kewenangannya bertanggungjawab untuk mendukung inisiatif yang muncul dari petani.
  2. Terpadu ; keterpaduan yang dimaksud bukan hanya pada proses pemeliharaan pelestarian jaringan, akan tetapi lebih diutamakan pada pemanfaatan yang sebesar-besarnya untuk meningkatkan kesejahteraan petani lahan beririgasi yang pada akhirnya mewujudkan ketahanan pangan yang solid. Disini, dituntut koordinasi dan konsolidasi program antara 4 pemangku kepentingan pembangunan lahan beririgasi, yaitu Petani (P3A), PU Pengairan, Dinas Pertanian Tanaman Pangan, dan Bappeda sebagai motor pembangunan daerah. Keterpaduan bukan hanya dari segi pemanfaatan, akan tetapi juga dari segi pembiayaan operasional dan pemeliharaan.
  3. Berwawasan lingkungan ; dimaksudkan sebagai pemenuhan azas kelestarian pemanfaatan dan kegunaan. Oleh karenanya, disini dituntut pelaksanaan program pemeliharaan yang baik dan terstruktur serta dukungan program pelestarian sumber daya air itu sendiri yang merupakan wewenang dan tanggungjawab Ditjen SDA dan Kehutanan. Dari segi teknis pemanfaatan, Dinas Pertanian dituntut pula melaksanakan sistem pertanian yang mendukung azas pelestarian lingkungan hidup seperti menerapkan sistem pertanian terpadu, integrasi tanaman dan ternak, metoda budidaya padi organik (melalui metoda SRI atau Jajar Legowo), PHT, dan lain-lain.
  4. Transparansi, akuntabel, dan berkeadilan ; poin ini merupakan hal yang gampang-gampang susah untuk dilaksanakan. Tidak ada kriteria yang jelas untuk memonitor realisasinya. Paling tidak kita dapat mengharapkan partisipasi masyarakat petani untuk dapat mengontrol ketiga poin tersebut. Dengan adanya peraturan ini, petani melalui organisasi P3A / GP3A dapat melakukan aksi pengawasan langsung atas proses dan pembiayaan operasi dan pemeliharaan di wilayah kewenangannya. Azas ini mensyiratkan bahwa proses pembangunan adalah milik masyarakat petani dan petani mempunyai hak untuk menentukan arah pembangunan daerahnya dan menuntut transparansi, akuntabilitas, dan keadilan kebijakan yang dilaksanakan.
Organisasi Irigasi

P3A / GP3A
Sebagai represatsi dari petani pada lahan beririgasi, P3A/GP3A merupakan lembaga pelaksana strategis agar pemanfaatan, pengelolaan, dan pemeliharaan sarana irigasi dapat dilaksanakan demi kepentingan bersama dalam mewujudkan kesejahteraan petani. Secara teknis, lahan beririgasi harus diatur pembagiannya sesuai dengan kebutuhan / kepentingan bersama. Oleh karena itu mutlak diperlukan adanya wadah koordinasi dan komunikasi agar semua petani mendapatkan fasilitas air irigasi secara adil dan merata. Lembaga ini juga dimaksudkan sebagai jalur transfer teknologi budidaya pertanian dan program-program pembangunan dari pemerintah. Aktifitas lembaga ini mutlak harus dikembangkan sebagai penguatan (empowerment) bagi pihak petani pemanfaat. Pada pengembangannya lembaga P3A / GP3A dapat dikembangkan menjadi lembaga kooperasi sebagai wujud kemandirian usahatani dan partisipasi aktif dalam pengelolaan irigasi.

Komisi Irigasi
Komisi Irigasi merupakan gabungan pemangku kepentingan dalam pengelolaan dan pengembangan irigasi. Komisi ini dimaksudkan sebagai lembaga atau wadah koordinasi semua pihak agar penyelenggaraan irigasi dapat dilaksanakan secara terpadu, terencana, dan berkesinambungan. Komisi ini juga diharapkan menjadi lembaga yang memberikan aspirasi arah pembiayaan dan pembangunan irigasi secara proporsional, bukan hanya dalam merencanakan pembiayaan akan tetapi juga merancang suatu investasi pembangunan yang menguntungkan bagi daerah.

KPL (Kelompok Pemandu Lapangan)
Lembaga ini merupakan forum koordinasi para pendamping lapangan organik (dari unsur pemerintah), yaitu UPTD (Unit Pelaksana Teknis Daerah), Juru Pengairan, PPL (Penyuluh Pertanian Lapangan), Staf Kecamatan, dan Staf Desa. Forum ini dimaksudkan agar terbentuk suatu koordinasi pelaksanaan pendampingan secara terpadu agar fungsi penguatan dapat berjalan sesuai dengan aspirasi masyarakat petani. Program pendampingan atau pemberdayan yang selama ini berjalan sendiri-sendiri sesuai dengan jalur birokrasi program tersebut, dengan adanya kelompok ini diharapkan dapat dilaksanakan secara bersama-sama saling mendukung, sehingga efektifitas dan efisiensi program dapat terwujud secara maksimal.

Pada akhirnya, kemuliaan suatu rancangan pembangunan seperti tersirat dalam PP 20 tahun 2006 ini akan kembali pada political will dari semua unsur, terutama unsur pemerintah yang selama ini belum terwujud dengan baik. Paling tidak, peraturan ini semakin membuka peluang yang lebih luas bagi proses pembangunan pertanian di lahan beririgasi.

Peraturan terkait :
  1. PP No. 20 / 2006 tentang irigasi
  2. Permen PU No. 30/PRT/M/2007, tentang Pedoman PPSIP (Pengembangan dan Pengelolaan Irigasi Partisipatif)
  3. Permen PU No. 31/PRT/M/2007, tentang Pedoman Komisi Irigasi
  4. Permen PU No. 32/PRT/M/2007, tentang Pedoman Operasi dan Pemeliharaan Jaringan Irigasi
http://sukatani-banguntani.blogspot.com

Sabtu, Maret 26, 2011

PENYAMBUTAN MABA 2010


Assalamu Alaikum Wr. Wb.

Puji syujur kita panjatkan kehadirat Allah SWT, atas limpahan rahmat dan karunia-Nya yang telah diberikan kepada kita, dan juga pada Rasulullah Nabi Muhammad SAW yang telah menuntun ke jalan yang terang menderang.

Transformasi Kader Teknologi Pertanian (TRAKTOR) 2010, adalah pengkaderan awal dalam prosesi penerimaan mahasiswa baru dalam lingkup Keluarga Mahasiswa Jurusan Teknologi Pertanian Universitas Hasanuddin
(KMJ TP-UH) Periode 2010-2011 dimana warga KMJ TP-UH yang berstatus anggota biasa turut berpartisipasi, dalam pengawasan Dewan Perwakilan Anggota (DPA). Adapun segala materi dan perlakuan yang diberikan kepada perserta bertujuan untuk

Membentuk sikap dan mental para calon anggota biasa dalam memahami nilai-nilai yang tidak terlepas dari dimensi keilmuan yang berhubungan dengan anti kemapanan, kemanusiaan yang berhubungan dengan substansi manusia, kemahasiswaan yang berhubungan dengan arti dan fungsi mahasiswa, keorganisasian, yang berhubungan dengan cinta almamater serta dimensi keprofesian yang berhubungan dengan pengenalan profesi di bumi hijau Teknologi Pertanian.

Kewajiban kami selanjutnya selaku panita pelaksana penyambutan 2010 adalah menyampaikan laporan kegiatan Transformasi Kader Teknologi Pertanian (TRAKTOR) 2010, oleh karena itu laporan kegiatan ini kami susun secara sistematis dengan susunan protokuler sebagai berikut :

DAFTAR ISI

1. Pendahuluan

2. Keadaan Umum Kepanitiaan

- Internal Kegiatan

- Eksternal Kegiatan

3. Aktivitas

- Persiapan

- Model Kegiatan

- Proses Pelaksanaan

- Hasil

- Faktor Pendukung Dan Penghambat

4. Laporan Administrasi

5. Laporan Keuangan

6. Laporan Inventaris

7. Rekomendasi

8. Penutup

Lampiran

BAB I

PENDAHULUAN

Realitas hari ini dan kemajuan suatu bangsa ditandai dengan akulturasi budaya (pencampuran budaya) melalui media komunikasi dan ekonomi, namun dinamika perjalanan bangsa hari ini yang ditandai dengan adanya perubahan sosial yang begitu cepat, tanpa pondasi ideologi sebagai kekuatan sosial yang berdampak pada ketimpangan sendi-sendi kebangsaan. Sehingga hari ini, kita hidup pada media yang hampir tidak memiliki pola.

Keluarga Mahasiswa Jurusan Teknologi Pertanian Universitas Hasanuddin (KMJ TP UH) sebagai salah satu basic perkembangan kultur ilmiah, penghimpun dan pemersatu kaum-kaum intelektual, juga tidak lepas dari tanggung jawab tersebut untuk segera mempersiapkan sumber daya manusia yang bertaqa kepada Tuhan Yang maha esa, handal, kreatif, solutif dan inovatif sebagai kreator dalam rangka pengembangan bangsa ini. Maka dalam mempersiapkan kerangka pembangunan bangsa yang optimal tersebut disusunlah pedoman ini sebagai rujukan untuk melaksanakan proses kaderisasi di Keluarga Mahasiswa Jurusan Teknologi Pertanian Universitas Hasanuddin (KMJ TP UH). Himpunan Mahasiswa Teknologi Pertanian Universitas Hasanuddin (HIMTEPA UH), mencoba untuk memperbaik kondisi bangsa Indonesia dimulai sejak saat ini, Himatepa sebagai sebuah organisasi kemahasiswaan adalah organisasi kader yang sudah tentu harus memberikan perhatian khusus pada bangsa. Bukan hanya sebagai sarana untuk mencetak kader yang akan melanjutkan roda organisasi namun juga diharapkan dapat menumbuhkan kader – kader yang memiliki empati terhadap sesamanya, terhadap lingkungannya dan bangsanya.

Dengan landasan tersebut maka kami penerus KMJ TP-UH akan tetap melaksanakan kegiatan pengkaderan dalam hal ini Transformasi Kader Teknologi Pertanian (TRAKTOR) 2010, walaupun kita dibenturkan oleh konsekuensi dan intervensi dari pihak birokrat yang harus kita terima sebagai indikator kecintaan kita terhadap KMJ TP-UH, karena seseorang yang telah menjadi bagian dari KMJ TP-UH wajib mestinya mensukseskan semua rangkaian pengkaderan yang ada dalam KMJ TP-UH dan menjaga nama baik KMJ TP-UH.

BAB II

KEADAAN UMUM KEPANITIAAN

II.1 Keadaan Internal

Dalam kepanitiaan kegiatan ini pada awalnya disusun dalam bentuk team work yang didalamnya di arahkan oleh panitia pengarah atau coomitee stering dan dijalankan oleh Ketua Panitia, Sekretaris, Bendahara, dan Koordinator Lapangan (KorLap), selain itu adapun susunan seksi-seksi, diantaranya Seksi Dana, Seksi Perlengkapan, Seksi Humas, Seksi Dana, Seksi Konsumsi, Seksi Medis, Seksi Pubdekdok, Dan Seksi Keamanan. Dan dari semua seksi memiliki satu koordinator. Panitia sangat optimis akan kegiataan ini walaupun harus menguras energi dan pemikiran yang besar. Pada tahap persiapan acara terutama pada saat rakons dan pembuatan baliho beberapa hambatan kami alami yaitu kurangnya partisipasi aktif dari panitia. Dan pada saat pelaksanaan acara kurangnya koordinasi antar panitia berdampak pada jadwal kegiatan yang molor. Namun dengan semangat oleh panitia dan dorongan dari panitia pengarah sehingga kegiatan ini dapat terlaksana meskipun tidak secara maksimal.

II.2. Keadaan Eksternal

Dalam sub bagian keadaan external panitia ada beberapa peranan yang mendukung jalannya kegiatan ini yaitu :

§ BEM PERTANIAN

Keadaan yang tercipta antara BEM Pertanian dengan kepanitiaan sangat baik karena adanya sikap saling mendukung antara pelaksanaan pengkaderan. Ketika itu BEM terlebih dahulu melaksanakan pengkaderan PADI 2010 ditahap persiapan kami memulai kegiatan pengkaderan awal Transformasi Kader Teknologi Pertanian (TRAKTOR) 2010, kami dari pihak panitia memberi keleluasaan dalam pelaksanaan kegiatan tersebut sesuai dengan koridor yang telah disepakati oleh pihak panitia pengarah.

§ Birokrat/Jurusan

Keadaan yang tercipta antara birokrat dengan kepanitiaan tidak begitu baik karena pihak birokrat tidak sepenuhnya mendukung dan menyetujui kegiatan ini dengan alasan kekhawatiran daru pihak birokrat akan adanya kontak fisik pada mahasiswa baru dimana pelaksanaa pengkaderan ini pada awal penerimaan mahasiswa baru, peserta dalam hal ini masih dalam pengawasan pihak birokrat dan tidak boleh ada campur tangan dari lembaga.

§ Warga Tempat Pelaksanaan Kegiatan

Keadaan yang tercipta antara Warga pada tempat pelaksanaan kegiatan sangat baik, kami panitia dan peserta disambut baik oleh warga sekitar tempat pelaksanaan dapat dilihat dari respon mereka yang terbuka ketika kami tiba dilokasi dikarenakan banyak hal positif yang mereka telah dapatkan dengan diadakannya kegiatan ini sebagai contoh lingkungan tempat mulai bermukin lebih bersih dari sebelumnya juga mereka mendapatkan sumbangan dari para peserta berupa sumbangan baju dan beras.

BAB III

AKTIVITAS

III.1 Persiapan

Sebelum kegiatan, panitia pelaksana disibukkan dengan kegiatan pencarian dana guna mendukung terlaksananya kegiataan ini. Selain itu panitia juga disibukkan untuk mengurusi hal-hal lainnya yang berkaitan dengan pelaksanaan acara ini, hal tersebut antara lain, pencarian tempat kegiatan, pembuatan spanduk, dan pembuatan baliho. Disamping itu kepanitiaan sering mengadakan rapat konsulidasi antara pihak kepanitiaan dangan steering committe dimana pada rakons tersebut dibahas metodologi yang akan digunakan agar kegiatan ini dapat berjalan dengan baik, selain itu dibahas juga solusi atas masalah yang didapatkan dalam menyiapkan kegiatan ini. Adapun persiapan untuk peserta yaitu kepatiaan sering melakukan Buser terhadap peserta yang akan mengikuti kegiatan ini, di dalam buser tersebut kepanitiaan melakukan doktrin-doktrin akan pentingnya kegiatan ini selain itu kepanitiaan juga memberikan arahan-arahan tentang perlengkapan yang diperlukan dalam kegiatan ini dan peserta yang melanggar konstitusi, kepanitiaan melakukan pendekatan dengan cara persuasif dan refresif sesuai dengan arahan dari panitia pengarah/steering committe.

III.2 Model kegiatan

Secara garis besar pelaksanaan kegiatan ini terdiri dari 2 (dua) hari berturut-terut dimana hari I (pertama) warga, panitia dan peserta dalam hal ini mahasiswa baru 2010, pada awalnya berkumpul dan melaksanakan upacara pembukaan kegiatan dimana ketua himpunan sebagai pembina upacara dan meresmikan pembukaan kegiatan Transformasi Kader Teknologi Pertanian (TRAKTOR) 2010. Setelah upacara pembukaan peserta diambil alih oleh koordinator lapangan kemudian diarahkan kepada panitia pendamping yang telah ditunjuk sebelumnya untuk melaksanakn agenda kegiatan yaitu outbond. Berbagai jenis permainan dalam kegiatan outbond melatih mental, fisik, kekompakan dan cara berfikir para peserta. Setelah pelaksanaan outbond agenda kegiatan berlanjut, panitia dan peserta kemudian berkumpul dibawah arahan korlap menuju keanjang sana yaitu lokasi pelaksaanaan kegiatan baksos dan pendataan terhadap warga sekitaran daerah tersebut.

Pada hari II (kedua), warga, panitia, dan perserta berkumpul di himpunan dibawah arahan korlap peserta kemudian melakukan kegiatan outbond pagi. Dengan pembagian pos-pos yang dikomando oleh panitia pendamping yang telah ditunjuk sebelumnya untuk melaksanakan outbond tersebut. Setelah pelaksanaan outbond steering committe bersama peserta melakukan evaluasi hari pertama penyelenggaran kegiatan Transformasi Kader Teknologi Pertanian
(TRAKTOR) 2010. Setelah evaluasi kemudian agenda acara berikutnya peserta melakukan kerja bakti dihimpunan dan sosialisasi kepada warga KMJ TP-UH. Setelah sosialisasi kegiatan berikutnya yaitu penerimaan materi diman peserta dibagi berdasarkan kelompok yang sebelumnya telah ditentukan dankegiatan diakhiri dengan mengumpulkan semua peserta guna evaluasi akhir di LT 6.

III.3 Proses Pelaksanaan

Hari pertama, Tanggal 09 Oktober 2010, kedatangan peserta disambut oleh panitia ditujukan untuk melakukan pendataan terhadap peserta. Kemudian Warga KMJ TP-UH, panitia, dan peserta berkumpul untuk melaksanakan upacara pembukaan sebagai pembina dan yang membuka acara yaitu Ketua Himpunan Mahasiswa Teknologi Pertanian ABDILLAH. Mengingat kondisi cuaca yang tidak mendukung pelaksanaan acara sesuai dengan matriks acara maka panitia dibawah arahan steering committe melakukan kegiatan outbond. Setelah pelaksanaan outbond, dengan berjalan kaki peserta diarahkan ke lokasi anjangsana tepatnya poros pintu nol (0). Di lokasi kegiatan anjangsana, panitia, bersama warga, dan peserta melakukan kerja bakti, selanjutnya peserta melakukan pendataan terhadap penduduk disekitar lokasi anjangsana, setelah mendapatkan data maka peserta melakukan angjangsana/sosialisasi terhadap penduduk sekitar. Terjadinya perubahan konsep pada hari pertama di karenakan keadaan tidak kondusif .

Hari kedua, tanggal 10 oktober 2010. secara garis besar, proses kegiatan dimulai dengan adanya panitia pelaksana yang telah bersiaga di pos
masing-masing yang sebelumnya telah ditentukan oleh panitia pengarah/steering committe. Dipos pertama panitia melakukan registrasi dipintu gerbang fakultas pertanian dan kemudian diarahkan untuk kegiatan outbond. Pada pembagian pos-pos outbond di komando oleh panitia yang telah diberi tanggung jawabkan sebelumnya melakukan berbagai jenis permainan yang ditujukan kepada peserta setelah outbond selanjutnya peserta diarahkan untuk melakukan evaluasi hari pertama bersama steeering committe. Setelah evaluasi peserta diarahkan untuk melakukan kerja bakti dihimpunan. Dilanjutkan dengan kegiatan sosialisasi kepada warga KMJ TP UH. Selanjutnya, peserta mendapatkan materi, keilmuan yang berhubungan dengan anti kemapanan, kemanusiaan yang berhubungan dengan substansi manusia, kemahasiswaan yang berhubungan dengan arti dan fungsi mahasiswa, keorganisasian, yang berhubungan dengan cinta almamater serta dimensi keprofesian yang berhubungan dengan pengenalan profesi di bumi hijau Teknologi Pertanian. Akhir dari kegiatan ini adalah dinamika konflik yang dilakukan di LT.6 Universitas Hasanuddin.

Perubahan matriks acara yang terjadi pada hari pertama dan hari II (kedua) adalah pada saat out bount, di saat itu matriks acara yang sebenarnya yaitu baksos namun karena cuaca yang tidak kondusif maka kegiatan diisi dengan kegiatan outbond. Pada hari kedua kuranya koordinasi antara panitia pada pelaksanaan outbond hari kedua mengakibatkan banyaknya waktu yang terbuang, namun teguran dan arahan dari pihak panitia pengarah/ steering committe kami dari pihak panitia pelaksana akhirnya dapat mengejar waktu dan melaksakan kegiatan sesuai dengan matriks acara yang telah disusun selanjutnya. Adapun mekanisme peserta yang tidak mengikuti kegiatan ini baik hari pertama atau hari kedua dan peserta yang tidak mengikuti kegiatan ini selama dua hari, mekanisme tersebut diambil alih oleh steering committe dan biro pengkaderan.

III. 4 Hasil Pelaksanaan Kegiatan

Berdasarkan penilaiaan kami terhadap peserta, bahwa dengan mengikuti kegiatan ini, peserta apat membantu sesama membersihkan lingkungan merasakan hidup dibawah garis kemiskinan dan bisa saling berbagi dengan orang yang membutuhkan dan mereka memegang erat kebersamaan, selain itu peserta juga meresakan indahnya berbagi, jadi hasil yang diperoleh peserta adalah timbulnya sifat-sifat kemahasiswaan dalam diri masing-masing peserta. Adapun peserta yang mengikuti kegiatan ini sebanyak 77 orang di hari pertama dan 71 orang pada hari ke -2.

III.5 Faktor Pendukung dan Penghambat

§ Faktor Pendukung

Selain dari panitia faktor yang sangat mendukung yaitu adanya dukungan penuh dari pengurus serta warga dalam menyukseskan kegiatan ini. Partisipasi aktif warga dan pengurus banyak membantu dalam hal memberikan usulan-usulan kepada pihak kepanitiaan dalam menjalankan kegitan ini, karena kepanitiaan tidak bisa berbuat banyak apabila tanpa dukungan dan partisipasi maupun komunikasi antara panitia dengan warga dan pengurus.

§ Faktor Penghambat

Dalam kegiatan ini faktor yang menghambat yaitu sulitnya panitia dalam mencari dana karena keterbatasan waktu yang sangat singkat di samping itu panitia sangat kesulitan untuk mencari lokasi yang tepat untuk kegiatan. Adanya interfensi dari birokrat merupakan kendala dalam kegiatan ini karena birokrat mengkhawatirkan adanya kontak fisik terhadap mahasiswa baru. Disamping itu banyaknya tugas-tugas akedemik yang harus diselesaikan panitia sebagai seorang mahasiswa juga menghambat proses jalanya kegiatan. Kurangnya koordinasi juga mengakibatkan kegiatan ini tidak berjalan secara maksimal.

BAB 4

LAPORAN ADMINISTRASI

Dalam kegiatan Transformasi Kader Teknologi Pertanian (TRAKTOR) 2010. Laporan admistrasi meliputi absensi peserta, tugas, dan daftar nama peserta yang tidak mengikuti kegiatan ini. Laporan administrasi kegiatan TRAKTOR 2010 terlampir dalam laporan kegiatan ini.

BAB 5

LAPORAN KEUANGAN

Rincian keadaan keuangan kepanitiaan kegiatan Transformasi Kader Teknologi Pertanian (TRAKTOR) 2010. terlampir dalam laporan kegiatan ini.

BAB 6

LAPORAN INVENTARIS

Dalam kegiatan ini yang diadakan selama 2 (dua) hari berturut-turut memiliki inventaris yaitu, 1(satu) spidol besar “Snowman”.

REKOMENDASI

Dikarenakan HIMATEPA adalah lembaga kaderisasi dan profesi, maka penyambutan yang selanjutnya harus terlaksana dan lebih baik lagi dari kegiatan Transformasi Kader Teknologi Pertanian (TRAKTOR) 2010. HIMATEPA akan mati tanpa kader, oleh karena itu kepanitiaan selanjutnya sebaikanya lebih berkolerasi dengan pihak birokrat juga memperkuat komunikasi antar sesama panitia khususnya dan lebih berkomunikasi aktif terhadap warga, di samping itu kedisiplinan dan konsistensi panitia sebaiknya ditingkatkan.

PENUTUP

Demikianlah laporan ini kami sampaikan sebagai wujud dari tanggung jawab yang kami harus lakukan, kami berharap kegiatan selanjutnya semua yang menjadi penanggungjawab pelaksanaan kegiatan dapat belajar dari kesalahan yang kami buat dikarenakan kami hanyalah manusia biasa yang tidak luput akan kesalahan, sehingga kegiatan tersebut dapat berjalan lancar dan sukses serta tujuan dari kegiatan tersebut dapat tercapai dengan baik.

Ucapan terima kasih kepada pengurus HIMATEPA yang memberikan amanah ini sebagai tanda kepercayaanya kepada kami serta pihak-pihak yang terkait didalamnya. Dan tak luput juga kita menganturkan permohonan maaf yang sebesar-besarnya kepada pihak yang dirugikan.

Akhir kata, semoga kegiatan ini dapat berguna dalam kehidupan kita sehari-hari. Dan Allah SWT selalu memberikan kasih dan sayang-Nya dalam setiap gerak kita, serta tidak lupa salam dan shalawat kita atas junjungan Rasulullah SAW beserta keluarganya yang suci berkat safaat dan berkahnya kepada kita.

Wassalamu Alaikum Warahmatullahi Wabarahkatuh

Tamalanrea, 25 Oktober 2010

PANITIA PELAKSANA

PENGENALAN AWAL MAHASISWA BARU

TRAKTOR 2010

KELUARGA MAHASISWA JURUSAN TEKNOLOGI PERTANIAN

UNIVERSITAS HASANUDDIN

SYAMSYAHRIR ARSYAD

KETUA PANITIA

Rabu, Februari 23, 2011

SISTEM PERTANIAN MODERN

Pertanian modern yang bertumpu pada pasokan eketernal berupa bahan-bahan kimia buatan (pupuk dan pestisida), menimbulkan kekhawatiran berupa pencemaran dan kerusakan lingkungan hidup, sedangkan pertanian tradisional yang bertumpu pada pasokan internal tanpa pasokan eksternal menimbulkan kekhawatiran berupa rendahnya tingkat produksi pertanian, jauh di bawah kebutuhan manusia. Kedua hal ini yang dilematis dan hal ini telah membawa manusia kepada pemikiran untuk tetap mempertahankan penggunaan masukan dari luar sistem pertanian itu, namun tidak mebahayakan kehidupan manusia dan lingkungannya (Mugnisjah, 2001). Pertanian modern dikhawatirkan memberikan dampak pencemaran sehingga membahayakan kelestarian lingkungan, hal ini dipandang sebagai suatu krisis pertanian modern.

Sebagai alternatif penanggulangan krisis pertanian modern adalah penerapan pertanian organik. Kegunaan budidaya organik menurut Sutanto (2002) adalah meniadakan atau membatasi kemungkinan dampak negatif yang ditimbulkan oleh budidaya kimiawi. Pemanfaatan pupuk organik mempunyai keunggulan nyata dibanding dengan pupuk kimia. Pupuk organik dengan sendirinya merupakan keluaran setiap budidaya pertanian, sehingga merupakan sumber unsur hara makro dan mikro yang dapat dikatakan cuma-cuma. Pupuk organik berdaya amliorasi ganda dengan bermacam-macam proses yang saling mendukung, bekerja menyuburkan tanah dan sekaligus menkonservasikan dan menyehatkan ekosistem tanah serta menghindarkan kemungkinan terjadinya pencemaran lingkungan. Dengan demikian penerapan sistem pertanian organik pada gilirannya akan menciptakan pertanian yang berkelanjutan..

Dunia pertanian modern adalah dunia mitos keberhasilan modernitas. Keberhasilan diukur dari berapa banyaknya hasil panen yang dihasilkan. Semakin banyak, semakin dianggap maju. Di Indonesia, penggunaan pupuk dan pestisida kimia merupakan bagian dari Revolusi Hijau, sebuah proyek ambisius Orde Baru untuk memacu hasil produksi pertanian dengan menggunakan teknologi modern, yang dimulai sejak tahun 1970-an.

Gebrakan revolusi hijau di Indonesia memang terlihat pada dekade 1980-an. Saat itu, pemerintah mengkomando penanaman padi, pemaksaan pemakaian bibit impor, pupuk kimia, pestisida, dan lain-lainnya.Hasilnya,Indonesia sempat menikmati swasembada beras. Namun pada dekade 1990-an, petani mulai kelimpungan menghadapi serangan hama, kesuburan tanah merosot, ketergantungan pemakaian pupuk yang semakin meningkat dan pestisida tidak manjur lagi, dan harga gabah dikontrol pemerintah. Revolusi Hijau bahkan telah mengubah secara drastis hakekat petani. Dalam sejarah peradaban manusia, petani bekerja mengembangkan budaya tanam dengan memanfaatkan potensi alam untuk pemenuhan kebutuhan hidup manusia. Petani merupakan komunitas mandiri.

Nenek moyang memanfaatkan pupuk hijau dan kandang untuk menjaga kesuburan tanah, membiakkan benih sendiri, menjaga keseimbangan alam hayati dengan larangan adat. Mereka mempunyai sistem organisasi sosial yang sangat menjaga keselarasan, seperti organisasi Subak diBali dan Lumbung Desa di pedesaan Jawa.

Dengan pertanian modern, petani justru tidak mandiri Padahal, FAO (lembaga pangan PBB), telah menegaskan Hak-Hak Petani (Farmer‘s Rights) sebagai penghargaan bagi petani atas sumbangan mereka. Hak-hak Petani merupakan pengakuan terhadap petani sebagai pelestari, pemulia, dan penyedia sumber genetik tanaman.

Hak-hak petani dalam deklarasi tersebut mencakup: hak atas tanah, hak untuk memiliki, melestarikan dan mengembangkan sumber keragaman hayati, hak untuk memperoleh makanan yang aman, hak untuk mendapatkan keadilan harga dan dorongan untuk bertani secara berkelanjutan, hak memperoleh informasi yang benar, hak untuk melestarikan, memuliakan, mengembangkan, saling tukar-menukar dan menjual benih serta tanaman, serta hak untuk memperoleh benihnya kembali secara aman yang kini tersimpan pada bank-bank benih internasional (Wacana, edisi 18, Juli-Agustus 1999).

Apa yang dikembangkan oleh para ilmuwan telah membedakan mana yang maju dan terbelakang, modern dan tradisional, serta efisien dan tidak efisien. Sedangkan buktinya, sistem pertanian yang disebut sebagai yang terbelakang, tradisional dan tidak efisien itu ternyata lebih bersifat ekologis, tidak merusak alam.

(http://septa-ayatullah.blogspot.com